Tuesday, February 3, 2009

Pemilu Di Negaraku Indonesia, Paling Rumit Sedunia

Pemilu tinggal dua bulan lagi, sosialisasinya belum sampai kampung saya. Tetapi sudah muncul fatwa haram untuk golput ( golongan putih). Saya hanya geleng-geleng kepala mendengar keputusan MUI ( Majelis Ulama Indonesia ), golput ( golongan putih ) dikatakan haram, apakah para pengurus MUI tidak menyadari kenapa sampai adanya golput, karena ketidak percayaan mereka terhadap pemerintahan dan juga tidak mengenal sosok-sosok yang benar-benar mendedikasikan tugasnya untuk rakyat. Selama ini mereka dan juga saya telah terbuai dengan janji manis nan palsu oleh para calon anggota dewan, tetapi kenyataanya nol besar, dari 3 janji yang pernah diucapkan hanya 0.001 pyang terealisasi, sisanya terbang terlupakan dibawa angin cendela (AC) di kedung MPR ( Majelis Permusyawarahan Rakyat) . Jika dipahami dan dikaji lebih dalam, saya khususnya dan masyarakat kampung saya pada umumnya, belum tahu bahkan tidak mengenal caleg-caleg yang terpampang pada baliho-baliho. Bagaimana saya harus memilih, sosialisasi caleg ( calon legeslatif ) saja nyaris tidak ada, hanya sekedar kenal via baliho atau poster-poster. Belum lagi saya dihadapkan dengan pilihan caleg (calon legeslatif ) yang tidak sedikit. Jika satu partai saja mempunyai 10 calon kali 38 partai, totalnya 380 orang. Kiranya saya perlu kaca mata pembesar, obat sakit kepala sebagai persiapan saat masuk ruang pemilih dan setelah memilih.


Jika saya mengingat salah satu acara televisi yang menyajikan parodi politik Indonesia, salah satu calon nama presiden Indonesia Megawati "cocoknya" dipasangkan dengan Prabowo. Sebuah kelakar yang segar tetapi masuk akal. Megawati dalam iklannya mengatakan akan menjual beras ( bahan pokok ) dengan murah, sedangkan Prabowo mengatakan akan mengembalikan Idonesia menjadi swasembada beras. Prabowo yang menghasilkan dan Megawati yang menjual, terjadilah suatu kolaborasi yang pas, di jamin Indonesia tidak akan mengalami kekurangan pangan ( janji yang susah dipercaya). Mainan yoyopun ikut sebagai idiom dalam pidato, katanya " naik turun ". Perbedaan pemilu sekarang dengan yang dahulupun sangat jauh. Jika dulu menggunakan sistem coblos sekarang menggunakan sistem contreng " sekalipun dua-duanya rawan kecurangan.

Tetapi sebagai orang yang awam dengan hiruk pikuk dunia politik, saya "nrimo saja" dengan peraturan dann tata cara yang berlaku. Meskipun jujur saya tidak ada pilihan untuk anggota DPR(Dewan Perwakilan Rakyat ) dan MPR ( Majelis Permusyawarahan Rakyat) . Tetapi terus terang bagi saya cara memilih sekarang lebih rumit, dengan ukuran kertas yang lumayan besar. Dan saya tidak yakin akan calon-calon yang baik di musim pemilu dan membali kesifat asal setelah panen pemilu. Kadang sayapun tidak habis pikir kenapa mereka berbondong-bondong memperebutkan kursi MPR ( Majelis Permusyawarahan Rakyat) toh sampai diatas dan duduk dikursi yang nota bene sama empuknya dengan kursi kebanyakan para anggota DPR (Dewan Perwakilan Rakyat )/MPR ( Majelis Permusyawarahan Rakyat) malah tidur nyenyak dan juga memperbesar perut dengan "sedikit" uang hasil korupsi. Terus kenapa harus dilakukan pemilu jika kelakuan anggota DPR ( Dewan Perwakilan Rakyat ) dan MPR ( Majelis Permusyawarahan Rakyat ) masih sama dengan anggota yang terdahulu. Meski tidak dapat dipungkiri bahwa kebiasaann itu tidak dapat dihilangkan seperti " perempuan ", memanng tidak banyak yang mengumbar birahi mereka dengan lawan jenis yang bukan muhrim, tetapi karena para anggota DPR dan MPR ( Majelis Permusyawarahan Rakyat) telah mendapat gaji besar yang sudah dapat dipastikan untuk yang di " rumah" dan tentu saja uang-uang yang lain untuk keperluan "jajan" atau sekedar hange out bersama anggota DPR (Dewan Perwakilan Rakyat ) yang lain membuat mereka sembrono. Jika tidak ketahuan terlihat berwibawa, tetapi jika ketahuan belangnya binggung mengklarifikasinya.......... (to be coninue )

No comments:

Post a Comment